test

Friday, October 19, 2018

BELAJAR MENDIDIK SECARA KREATIF

APA ITU PENDIDIKAN KREATIF?..
Bambang Jatmiko, S.Pd


         Proses pembelajaran yang selama ini digunakan hanya menekankan pada pemikiran reproduktif, hapalan dan mencari satu jawaban yang benar dari soal-soal yang diberikan, sudah saatnya untuk ditinggalkan. Kini beralih ke proses-proses pemikiran yang tinggi termasuk berpikir kreatif dan inovatif. Hal ini dikarenakan berpikir kreatif, inovatif dan produktif sangat dibutuhkan untuk menghadapi berbagai perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sudah saatnya proses pembelajaran yang menghambat kreativitas siswa dihilangkan, yaitu dengan cara memberi kebebasan kepada siswa dalam menjalankan proses berfikirnya atau dalam proses belajarnya.

        Model pembelajaran kreatif mendasarkan pada Teori Belajar Kognitif, khususnya pada teori belajar dari Piaget. Bruner lebih banyak memberikan kebebasan kepada siswa pada bentuk belajar induktif, yang menuntut banyak dilakukan pengulangan. Dengan menerapkan model pembelajaran ini kelak diharapkan lahir orang-orang kreatif. Orang yang tingkat kreatifitasnya tinggi umumnya tingkat produktifitasnyapun tinggi, dengan kata lain orang kreatif juga produktif Untuk dapat mengaplikasikan model pembelajaran ini.
         Guru sebagai seorang tokoh utama dalam membangun pendidikan kreatif harus memiliki kemampuan dalam memahami konsep kreativitas dan memiliki kemampuan akademik serta teknis dalam porses belajar mengajar.
Keberhasilan seorang guru tidak terlepas dari peran serta kepala sekolah sebagai pimpinan dan sebagai manager dalam organisasi system pendidikan,yang harus berupaya menciptakan lingkungan, sarana dan prasarana dalam menunjang keberhasilan dalam pendidikan kreativ.

          Banyak kalangan yang belum puas dengan kualitas pendidikan di negara Indonesia. Tentunya saat ini tidak jarang mendengarkan ungkapan-ungkapan seperti: “pendidikan negara Indonesia belum berkualitas”, “pendidikan di Indonesia telah tertinggal jauh dari negara-negara lain”, “kapan negara akan maju kalau pendidikan negara ini berjalan di tempat”.
Para ahli pendidikan telah sepakat bahwa suatu sistem pendidikan dapat dikatakan berkualitas, apabila proses kegiatan belajar-mengajar berjalan secara menarik dan menantang sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak dan sebaik mungkin melalui proses belajar yang berkelanjutan. Proses pendidikan yang bermutu akan menghasilkan hasil yang bermutu serta relevan dengan perkembangan zaman. Agar terwujud sebuah pendidikan yang bermutu dan efisien, maka perlu disusun dan dilaksanakan program-program pendidiakn yang mampu membelajarkan peserta didik secara berkelanjutan, karena dengan mutu pedidikan yang optimal, diharapkan akan menghasilkan keungugulan sumber daya manusia yang dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang secara pesat.
Untuk dapat mencapai sebuah pendidikan yang berkualitas diperlukan manajemen pedidikan yang mampu memobilisasi segala sumber daya pendidikan. Di antaranya adalah manajemen peserta didik yang isinya merupakan pengelolaan dan juga pelaksanaannya.
Masih banyak kita temukan fakta-fakta di lapangan sistem pengelolaan anak didik yang masih mengunakan cara-cara konvensional dan lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan tentunya kurang memberi perhatian kepada pengembangan bakat kreatif peserta didik. Padahal Kreativitas disamping bermanfaat untuk pengembangan diri anak didik juga merupakan kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia.
Saat ini sistem pendidikan belum sepenuhnya dapat mengembangkan dan menghasilkan para lulusannya untuk menjadi individu-individu yang kreatif. Para siswa lebih cenderung disiapkan untuk menjadi seorang tenaga juru yang mengerjakan hal-hal teknis dari pada menjadi seorang yang visioner (baca: pemimpin). Apa yang dibelajarkan di lembaga pendidikan seringkali kurang memberikan manfaat bagi kehidupan siswa dan kurang selaras dengan perkembangan lingkungan yang terus berubah dengan pesat dan sulit diramalkan. Begitu pula, proses pembelajaran yang dilakukan tampaknya masih lebih menekankan pada pembelajaran “what is” yang menuntut siswa untuk menghafalkan fakta-fakta, dari pada pembelajaran “what can be”, yang dapat mengantarkan siswa untuk menjadi dirinya sendiri secara utuh dan orisinal
Dalam paradigma berpikir masyarakat Indonesia tentang kreativitas, cukup banyak orangtua dan guru yang mempunyai pandangan bahwa kreativitas itu memerlukan iklim keterbukaan dan kebebasan, sehingga menimbulkan konflik dalam pembelajaran atau pengelolaan pendidikan, karena bertentangan dengan disiplin. Cara pandang ini sangatlah tidak tepat. Kreativitas justru menuntut disiplin agar dapat diwujudkan menjadi produk yang nyata dan bermakna. Displin disini terdiri dari disiplin dalam suatu bidang ilmu tertentu karena bagaimanapun kreativitas seseorang selalu terkait dengan bidang atau domain tertentu, dan kreativitas juga menuntut sikap disiplin internal untuk tidak hanya mempunyai gagasan tetapi juga dapat sampai pada tahap mengembangkan dan memperinci suatu gagasan atau tanggungjawab sampai tuntas.
Suatu hal yang tidak terbantahkan jika masa depan Negara ini membutuhkan generasi yang memiliki kemampuan menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi dalam era yang semakin mengglobal. Tetapi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia saat ini belum mempersiapkan para peserta didik dengan kemampuan berpikir dan sikap kreatif yang sangat menentukan keberhasilan mereka dalam memecahkan masalah.
Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubahnya dan mengujinya lagi sampai pada akhirnya menyampaikan hasilnya. Dengan adanya kreativitas yang diimplementasiakan dalam sistem pembelajaran, peserta didik nantinya diharapkan dapat menemukan ide-ide yang berbeda dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehingga ide-ide kaya yang progresif dan divergen pada nantinya dapat bersaing dalam kompetisi global yang selalu berubah.
Perubahan kualitas yang seimbang baik fisik maupun mental merupakan indikasi dari perkambangan anak didik yang baik. Tidak ada satu aspek perkambangan dalam diri anak didik yang dinilai lebih penting dari yang lainnya. Oleh karena itu tidaklah salah bila teori kecerdasan majemuk yang diutarakan oleh Gardner dinilai dapat memenuhi kecenderungan perkambangan anak didik yang bervariasi.
Kebutuhan akan kreativitas dalam penyelenggaraan pendidikan dewasa ini dirasakan merupakan kebutuhan setiap peserta didik. Dalam masa pembangunan dan era yang semakin mengglobal dan penuh persaingan ini setiap individu dituntut untuk mempersiapkan mentalnya agar mampu menghadapi tantangan-tantangan masa depan. Oleh karena itu, pengembangan potensi kreatif yang pada dasarnya ada pada setiap manusia terlebih pada mereka yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa perlu dimulai sejak usia dini, baik itu untuk perwujudan diri secara pribadi maupun untuk kelangsungan kemajuan bangsa.
          
         Dalam pengembangan bakat dan kreativitas haruslah bertolak dari karakteristik keberbakatan dan juga kreativitas yang perlu dioptimalkan pada peserta didik yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Motivasi internal ditumbuhkan dengan memperhatikan bakat dan kreativitas individu serta menciptakan iklim yang menjamin kebebasan psikologis untuk ungkapan kreatif peserta didik di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat.
Merupakan suatu tantangan bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia untuk dapat membina serta mengembangkan secara optimal bakat, minat, dan kemampuan setiap peserta didik sehingga dapat mewujudkan potensi diri sepenuhnya agar nantinya dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi pembangunan masyarakat dan negara. Teknik kreatif ataupun taksonomi belajar pada saat ini haruslah berfokus pada pengembangan bakat dan kreativitas yang diterapkan secara terpadu dan berkesinambungan pada semua mata pelajaran sesuai dengan konsep kurikulum berdiferensi untuk siswa berbakat. Dengan demikian diharapkan nantinya akan dihasilkan produk-produk dari kreativitas itu sendiri dalam semua bidang
B. RUMUSAN MASALAH :
1. Bagaimana Pengertian dan Karakteristik Pendidikan Kreativ
2. Bagaimana hubungannya antara pendidikan dengan Kreativitas
3. Faktor Apa saja yang Berfungsi Sebagai Penunjang Pendidikan Kreativ
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN KREATIV

          Definisi kretivitas sangat bergam. Menurut National Advisory Committees UK (1999), kreativitas dapat diartikan sebagai suatu proses mental yang dapat melahirkan gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru. Kreativitas dapat juga didefinisikan sebagai suatu kemampuan atau kecakapan yang ada dalam diri seseorang, hal ini erat kaitannya dengan bakat. Sedangkan Hulbeck menerangkan bahwa tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi kreativitas dari dua pakar diatas lebih berfokus pada segi pribadi.
Kreativitas adalah sebuah proses atau kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibititas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci), suatu gagasan. Pada definisi ini lebih menekankan pada aspek proses perubahan (inovasi dan variasi).
Menurut Simpson dengan merujuk pada aspek dorongan internal dengan rumusannya sebagai berikut : “The initiative that one manifests by his power to break away from the usual sequence of thought”. Mengenai “press” dari lingkungan, ada lingkungan yang menghargai imajinasi dan fantasi, dan menekankan kreativitas serta inovasi.
Dari definisi diatas, maka, kreativitas tidak akan berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan tradisi, dan kurang terbukanya terhadap perubahan atau perkembangan baru, sehingga pemikiran-pemikira yang baru akan berhadapan dengan lingkungan yang menekan kreatifitas, maka dengan demikian lingkungan berperan penting dalam menunjang kreatifitas
Baron berpendapat bahwa kreatifitas adalah kemampuan untuk menghasilkan / menciptakan sesuatu yang baru. Begitu pula menurut Haefele yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial . Dari dua definisi ini maka kreatifitas tidak hanya membuat sesuatu yang baru tetapi mungkin saja kombinasi dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya.
Kreativitas merupakan esensi dan orientasi pengembangan sumber daya manusia (Dharma dan Akib, 2004). Kreativitas dapat mencirikan perkembangan dan keunggulan daya saing baik secara individu ataupun kolektif (Ford dan Gioia,2000). Kreativitas merupakan ramuan dalam pelayanan publik, pengembangan produk dan strategi serta berbagai proses dan perilaku yang lebih baik, unik, baru, asli, berbeda atau bermanfaat . Kreativitas terlihat melalui gagasan, produk, pelayanan, usaha, mode atau model baru yang dihasilkan dari perilaku yang diperankan oleh individu atau kelompok.
Tujuan akhir pengembangan kreativitas ialah menciptakan berbagai bentuk nilai (manfaat), termasuk pertumbuhan, produktivitas, efektivitas,efisiensi dan inovasi. Sejumlah pakar sepakat bahwa kreativitas merupakan salah satu dimensi pengukuran kinerja selain efisiensi, efektivitas dan kepuasan kerja (Kasim, 1998; Scott dalam Eoh, 2001; Frenchetal, 2000). Kreativitas bersifat alamiah, dapat dikembangkan dan berlangsung seumur hidup (Kilby, 2001; Akib, 2005). Pada mulanya, kreativitas hanya dipahami sebagai proses berpikir dengan menggunakan teknik berpikir kreatif (Ivanyi dan Hoffer, 1999).
Kreativitas diartikan sebagai proses menggunakan imajinasi dan keahlian untuk melahirkan gagasan baru, asli, unik, berbeda atau bermanfaat (Couger, 1996; Linberg, 1998; Oldham dan Cummings, 1996.
Berdasarkan pada beberapa pengertian di atas kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubahnya dan mengujinya lagi sampai pada akhirnya menyampaikan hasilnya.
Menurut National Advisory Committees UK (1999), bahwa kreativitas memiliki empat karakteristik, yaitu: (1) berfikir dan bertindak secara imajinatif, (2) seluruh aktivitas imajinatif itu memiliki tujuan yang jelas; (3) melalui suatu proses yang dapat melahirkan sesuatu yang orisinal; dan (4) hasilnya harus dapat memberikan nilai tambah. Keempat karakteristik tersebut harus merupakan suatu kesatuan yang utuh. Bukanlah suatu kreativitas jika hanya salah satu atau sebagian saja dari keempat karateristik tersebut.
Berbicara tentang kreativitas, maka paling tidak ada ada tiga tekanan kemampuan yang menjadi orientasi dari kreatifitas yaitu yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasikan, memecahkan/ menjawab masalah, dan cerminan kemampuan operasional kreatif. Dengan demikian maka keunggulan kreatif adalah merupakan kemampuan melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk cirri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Pengelolaan kreatifitas memerlukan pemahaman terhadap kreatifitas dalam konteks proses dan stimulasi. Kreatifitas dalam suatu kelompok menurut Stoner (1992). dapat distimulasi melaui beberapa cara di ataranya dengan brainsorming, sinektik dan pengambilan keputusan kreatif. Sementara pada aspek individu proses kreatif dilakukan pelalui proses pencarian dan identifikasi masalah, inkubasi, menyelami dan mengaplikasikannya.
Alasan Perlunya Dikembangkan Kreatifitas Pada Peserta Didik
          Dr. Utami Munandar memberikan empat alasan perlunya dikembangkan kreativitas pada peserta didik yaitu: Pertama, dengan berkreasi peserta didik dapat mewujudkan dirinya dan ini merupakan kebutuhan pokok manusia. Kedua, kreativitas atau cara berpikir kreatif, dalam arti kemampuan untuk menemukan cara-cara baru memecahkan suatu permasalahan. Ketiga, bersibuk diri secara kreatif tidak saja berguna tapi juga memberikan kepuasan pada individu. Hal ini terlihat jelas pada perserta didik yang masih berusia anak-anak, yang bermain balok-balok atau permainan konstruktif lainnya. Mereka tanpa bosan menyusun bentuk-bentuk kombinasi baru dengan alat permainannya sehingga seringkali lupa terhadap hal-hal lain. Keempat, kreativitaslah yang memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas dan taraf hidupnya. Dengan kreativitas seseorang terdorong untuk membuat ide-ide, penemuan-penemuan atau teknologi baru yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KREATIVITAS

         Kreativitas seseorang berkembang dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (diri sendiri) dan eksternal (lingkungan). Faktor-faktor yang bersumber dari diri sendiri, seperti kondisi kesehatan fisik, tingkat kecerdesan (IQ), dan kesehatan mental. Sementara faktor lingkungan yang mendukung perkembangan kreativitas yaitu, (1) orang tua atau pendidik dapat menerima pesrta didik apa adanya, serta memberi kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya dia baik dan mampu, (2) orang tua atau guru bersikap empati kepada peserta didik, dalam arti mereka memahami pikiran, perasaan, dan perilaku pesrta didik, (3) orang tua atau pendidik memberi kesempatan kepada pesrta didik untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pendapatnya, (4) orang tua atau pendidik memupuk sikap dan minat anak dengan berbagai kegiatan yang positif, (5) orang tua atau pendidik menyediakan sarana prasarana pendidikan yang memungkinkan anak mengembangkan keterampilannya dalam membuat karya-karya yang produktif-inovatif.
Kreativitas membutuhkan EQ (kecerdasan emosional). Goleman seorang pakar EQ mengatakan, IQ menyumbang 20 persen saja dalam keberhasilan seseorang sementara 80 persen lainnya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan lainnya. Misalnya kesediaan untuk bekerja keras, disiplin, rasa percaya diri, dan termasuk di dalamnya EQ. Kesemuanya faktor penunjang kreativitas ini dapat dibina, dilatih, dan dikembangkan sejak anak berusia dini.
Antara kreativitas dan intelegensi terdapat perbedaan. Apabila kita mengacu kepada teori Guilford tentang Structure of Intelect (dalam Hawadi, 2001:19) makna intelegensi lebih menyangkut pada cara berpikir konvergen (memusat), sedangkan kreativitas lebih berkenaan dengan cara berpikir divergen (menyebar). Munandar menjelaskan bahwa berpikir konvergen adalah pemberian jawaban atau penarikan kesimpulan yang logis (penalaran) dari informasi yang digunakan dengan penekanan pada pencapaian jawaban tunggal yang paling tepat. Adapun berpikir divergen (yang juga disebut berpikir kreatif) adalah kemampuan memberikan bermacam-macam jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada keragaman, jumlah, dan kesesuaian.
Mengenai hubungan kreativitas dan intelegensi dapat diamati melalui hasil studi para ilmuwan psikologi. Torrance (1965) dalam temuan hasil penelitiannya menjelaskan bahwa anak-anak yang tinggi kreativitasnya memiliki taraf intelegensi (IQ) di bawah rata-rata IQ kelompok sebayanya. Dalam kaitannya dengan keberbakatan (giftedness), Torrance mengemukakan bahwa IQ tidak dapat dijadikan ukuran satu-satunya sebagai kriteria untuk mengidentifikasi anak-anak yang berbakat. Apabila yang digunakan untuk menetukan kriteria keberbakatan hanya IQ, diperkirakan 70% anak yang memiliki tingkat kreativitas tinggi akan tersingkir dari penyaringan.
B. Hubungan antara Pendidikan dan Kreativ

         Pendidikan berasal dari kata pedagogi (paedagogie, Baghasa Latin) yang berarti pendidikan dan kata pedagogia (paedagogik) yang berarti ilmu pendidikan yang berasal dari bahasa Yunani. Paedagogia terdiri dari dua kata yaitu ‘paedos’ (anak, pen) dan Agoge yang berarti saya membimbing, memimpin anak. Sedangkan paedagogos adalah seorang pelayan atau bujang (pemuda, pen) pada zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya yang mengantar dan menjemput anak-anak (siswa, pen) ke dan dari sekolah. Perkataan paedagogos yang semula berkonotosi rendah (pelayan, pembantu) ini, kemudian sekarang dipakai untuk nama pekerjaan yang mulia (pendidik, ahli didik atau guru). Dari sudut pandang ini pendidikan dapat diartikan sebagai kegiatan seseorang dalam membimbing dan memimpin anak menuju kepertumbuhan dan perkembangan secara optimal agar dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab.
Pendidikan berkaitan erat dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkembangan manusia mulai dari perkembangan fisik, kesehatan keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial, sampai kepada perkembanan Iman. Perkembangan ini mengacu kepada membuat manusia menjadi lebih sempurna, membuat manusia meningkatkan hidupnya dan kehidupan alamiah menjadi berbudaya dan bermoral.
Mortimor J. Adler : Pendidikan adalah proses dimana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistic dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu kebiasaan yang baik.
Khursyid Ahmad berpendapat bahwa pendidikan diambil dari istilah Education, berasal dari Bahasa Latin; e, ex (out) artninya keluar, dan ducere duc (mengatur, memimpin, menyerahkan). Sehingga education memiliki arti: mengumpulkan dan menyampaikan informasi (pelajaran), serta menyalurkan/ menarik bakat keluar. Dalam praktek pendidikan, kegiatan-kegiatan seperti mengatur, memimpin dan mengarahkan bakat anak merupakan aktifitas utama.
Muhibbin Syah menjelaskan bahwa akar kata dari pendidikan adalah “didik” atau “mendidik” yang secara harfiah diartikan memelihara dan memberi latihan. Sedangkan “pendidikan”, merupakan tahapan-tahapan kegiatan mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang melalui upaya pelatihan dan pengajaran. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan tidak dapat lepas dari pengajaran. Kegiatan dari pengajaran ini melibatkan peserta didik sebagai penerima bahan ajar dengan maksud akhir dari semua hal ini sesuai yang diamanatkan dalam undang-undang no. 20 tentang sisdiknas tahun 2003; agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam pedidikan, peserta didik merupakan titik fokus yang strategis karena kepadanyalah bahan ajar melalui sebuah proses pengajaran diberikan. Dan sudah dapat di pahami bahwa peserta didik memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing, mereka unik dengan seluruh potensi dan kapasitas yang ada pada diri mereka dan keunikan ini tidak dapat diseragamkan dengan satu aturan yang sama antara pesrta didik yang satu dengan peserta didik yang lain. Para pendidik dan lembaga pendidikan harus menghargai perbedaan yang ada pada mereka. Keunikan yang terjadi pada peserta didik memang menimbulkan satu permasalahan tersendiri yang harus diketahui dan dipecahkan sehingga pengelolaan murid (peserta didik) dalam satu kerangka kerja yang terpadu mutlak diperhatikan, terutama pertimbangan pada pengembangan kreativitas, hal ini harus menjadi titik perhatian karena sistem pendidikan memang masih diakui lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberikan perhatian kepada pengembangan kreatif peserta didik. Hal ini terjadi dari konsep kreativitas yang masih kurang dipahami secara holistic, juga filsafat pendidikan yang sejak zaman penjajahan bermazhabkan azas tunggal seragam dan berorientasi pada kepentingan-kepentingan, sehingga pada akhirnya berdampak pada cara mengasuh, mendidik dan mengelola pembelajaran peserta didik.
Prof. Dr. Utami Munandar-pakar psikologi pendidikan di Indonesia, menyatakan bahwa kreatif adalah fondasi dari pendidikan itu sendiri. Mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu mengantar Indonesia ke posisi terkemuka, paling tidak sejajar dengan negara-negara lain, baik dalam pembangunan ekonomi, politik, maupun sosial budaya, yang pada hakekatnya menuntut komitmen pendidikan untuk melakukan dua hal yaitu: a) menemukan, mengenalkan dan pengembangan bakat-bakat unggul dalam berbagai bidang, dan b) menemukan, mengenalkan dan pengembangan kreativitas yang ada, kreatifitas pada dasarnya dimiliki setiap orang, tetapi perlu ditemukan dikenali dan dirangsang sejak usia dini. Untuk itu pendidik perlu dipersiapkan dan dilatih agar memiliki kompentensi professional untuk membina anak berbakat dan mengajar secara kreatif.
Ada 4 hal penting yang berhubungan dan saling mendukung dalam upaya pendidikan pada peserta didik, yakni: pengembangan kreativitas, lingkungan yang merangsang perkembangan bakat dan kreativitas, pembelajaran dan teknik kreatif serta mengatasi hambatan dalam pengembangan kreativitas. Namun selain itu, Munandar menyayangkan pemahaman tentang kata kreativitas, pengertian kreativitas sebagai sifat yang diwarisi oleh orang yang berbakat luar biasa atau genius. Kreativitas diasumsikan sebagai sesuatu yang dimiliki atau tidak dimiliki, dan tidak banyak yang dapat dilakukan melalui pendidikan untuk mempengaruhinya. (Munandar: 7)
Prof. Dr Utami Munandar (1995) telah meneliti anak-anak yang tinggal kelas di berbagai tempat di Indonesia. Hasil penelitian itu mengejutkan sekali. Ternyata 90% anak tinggal kelas termasuk anak yang sangat pandai. Begitu pula anak autistik. Banyak diantara mereka justru sangat pandai, Albert Einstein, Picasso, dan Thomas Alfa Edison ketika duduk di bangku sekolah termasuk anak bermasalah dan mereka pengidap autisme. Anak autistik terbagi menjadi tiga kelompok, yakni IQ rendah, sedang, dan tinggi. Menurutnya, mereka tinggal kelas karena tak memperoleh pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan. Anak autistik butuh pendamping dan perhatian khusus agar bisa belajar dengan baik.Sekolah inkusif merupakan sekolah yang memberi kesempatan pada anak-anak berkebutuhan khusus untuk belajar dengan anak-anak normal.
Pemaparan di atas merupakan gambaran keterkaitan kreativitas dengan pendidikan, karena keduanya saling berkorelasi. Hal ini akan saling mendukung seperti dikatakan oleh Utami Munandar berikutnya bahwa pengembangan kreativitas secara umum dan khususnya dalam program pendidikan perserta didik berbakat, meliputi ranah kognitif (pemikiran), afektif (sikap dan kepribadian ), dan Psikomotor (keterampilan dan perilaku). (Munandar, 2004:1)
Bila dicermati, konstelasi hemisphere otak manusia yang dikenal sebagai otak kiri dan kanan, secara fisik menunjukkan posisi simetri yang saling bersebelahan. Konsep kognitif hanya dikenali sebagai tempat bagi pengetahuan eksakta, sementara hanya afeksi saja yang tersedia bagi peluang kreatif. Sehingga beberapa orang tua yang anak-anaknya autis merasa bahwa anaknya tidak cerdas karena hanya berminat pada menggambar saja. Sesudah itu anak tidak distimulasi lagi dan terjebak pada penanganan anak apa adanya, membiarkan si anak tumbuh berkembang secara fisik saja. Guilford dalam pidatonya yang terkenal pada tahun 1950 memberikan perhatian terhadap masalah kreaivitas ditelantarkan dalam pendidikan formal, padahal amat bermakna bagi pengembangan potensi pesrta didik secara utuh dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan seni budaya. Kemudian dengan diajukannya model struktur intelektual, tampak perhatian kreativitas, termasuk hubungan antara dan intelegensi sangatlah meningkat, khususnya sejauh mana antara inteligensi berpengaruh terhadap kreativitas seseorang.
Model struktur intelek membedakan antara berpikir konvergen dan divergen. Kemampuan berpikir konvergen mendasari tes intelegensi tradisional dan kemampuan berpikir divergen merupakan indikator dari kreativitas. (Munandar: 8)
Pemikiran Guilford telah dibuktikan oleh Utami Munandar dalam penelitiannya hasil studi korelasi dan analisis faktor yang membuktikan tes kreativitas sebagai dimensi fungsi kognitif yang relatif bersatu yang dapat dibedakan dari tes intelegensi; tetapi berpikir divergen (kreatifitas) juga menunjukkan hubungan yang bermakna dengan berpikir konvergen (intelegensi) (Munandar: 9).
Setelah deskripsi teoritis Utami Munandar tentang kreatifitas sebagai metode stimulus bagi peningkatan intelegensi siswa dari perspektif pendidika.Yasraf amir Piliang dalam bukunya kreativitas dan Humanitas membuat pengantar yang menyatakan bahwa kreativitas tidak saja merupakan kapasitas atau kemampuan dasar manusia, akan tetapi lebih jauh lagi- disamping rasionalitas- merupakan identitas manusia, yang menunjukkan keunggulannya dari binatang. Oleh karena itu, kreatifitas merupakan ciri manusia, ekspresi dari humanitas itu sendiri.
Dengan demikian maka pendidikan Kreativ kreativ adalah proses pengembangan potensi manusia mulai dari perkembangan fisik, kesehatan keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial, sampai kepada perkembanan Iman yang mengacu kepada membuat manusia menjadi lebih sempurna, membuat manusia meningkatkan hidupnya dan kehidupan alamiah menjadi berbudaya dan bermoral.
Pendidikan Kreativ adalah proses yang berbasis pada pondasi pendidikan itu sendiri.
C. Faktor Apa Saja Yang Berfungsi Sebagai Penunjang Pendidikan Kreatif

1. Guru.
          Terkait dengan peran guru dalam pembentukan kreativitas siswa, Robert J Sternberg mengatakan “The most powerful way to develop creativity in your students is to be a role model. Children develop creativity not when you tell them to, but when you show them.” Dalam melaksanakan pembelajaran, guru harus dapat menunjukkan keteladanannya sebagai sosok yang kreatif.
Seorang guru yang kreatif tidak hanya dituntut memiliki keahlian dalam bidang akademik, namun lebih dari itu dituntut pula untuk dapat menguasai berbagai teknik yang dapat menstimulasi rasa keingintahuan sekaligus dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan harga diri (self esteem) setiap siswanya. Guru harus dapat memberikan dorongan pada saat siswa membutuhkannya dan memberikan keyakinan kepada siswanya pada saat dia merasa harga dirinya terancam. Dalam melaksanakan proses pembelajaran, seorang guru harus dapat menjaga keseimbangan antara struktur pembelajaran dengan kesempatan pengembangan diri siswa, antara pengelolaan kelompok (management of groups) dengan perhatian terhadap perbedaan individual siswanya.
Untuk menjadi guru kreatif memang bukan hal yang mudah, terutama bagi guru-guru yang tergolong laggard. Ketika dihadapkan dengan suatu perubahan (inovasi) di sekolah, mereka mungkin cenderung terlambat atau justru hanya berdiam diri menghadapi perubahan yang ada. Jika terus menerus dibiarkan, guru-guru seperti inilah yang sebenarnya dapat merusak pendidikan. Tentunya banyak faktor yang menyebabkan mereka menjadi laggard dan tidak kreatif, baik yang bersumber dari dalam diri guru itu sendiri (internal factors) maupun faktor eksternal. Oleh karena itu, agar guru dapat menjadi kreatif perlu diperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi dan melatarbelakanginya.
2. Proses Pembelajaran Yang Kreatif
           Pembelajaran yang kreatif dapat dilihat dari dua sisi, yaitu : (1) mengajar secara kreatif (creative teaching) dan (2) mengajar untuk kreativitas (teaching for creativity). Mengajar secara kreatif menggambarkan bagaimana guru dapat menggunakan pendekatan-pendekatan yang imajinatif sehingga kegiatan pembelajaran dapat semakin lebih menarik, membangkitkan gairah, dan efektif. Sedangkan mengajar untuk kreativitas berkaitan dengan penggunaan bentuk-bentuk pembelajaran yang ditujukan untuk mengembangkan para siswa agar memiliki kemampuan berfikir dan berperilaku kreatif.
Kedua konsep tersebut tidak dapat dipisahkan, mengajar untuk kreativitas didalamnya harus melibatkan mengajar secara kreatif. Mengajar secara kreatif dan mengajar untuk kreativitas pada dasarnya mencakup seluruh karateristik pembelajaran yang baik (good learning and teaching), seperti tentang: motivasi dan ekspektasi yang tinggi, kemampuan berkomunikasi dan mendengarkan, kemampuan untuk membangkitkan gairah belajar, inspiratif, kontekstual, konstruktivistik, dan sejenisnya.
Carolyn Edwards dan Kay Springate dalam artikelnya yang berjudul “The lion comes out of the stone: Helping young children achieve their creative potential” memberikan saran tentang upaya pengembangan kreativiitas siswa, sebagai berikut:

1. Berikan kesempatan dan waktu yang leluasa kepada setiap siswa untuk mengeksplorasi dan melakukan pekerjaan terbaiknya dan jangan mengintervensi pada saat mereka justru sedang termotivasi dalam menyelesaikan tugas-tugasnya secara produktif.

2. Ciptakan lingkungan kelas yang menarik dan mengasyikkan. Lakukan “unfinished work” sehingga siswa merasa penasaran dan tergoda pemikirannya untuk berusaha melengkapinya pada saat-saat berikutnya. Berikan pula kesempatan kepada setiap siswa untuk melakukan kontemplasi.

3. Sediakan dan sajikan secara melimpah berbagai bahan dan sumber belajar yang menarik dan bermanfaat bagi siswa.

4. Ciptakan iklim kelas yang memungkinkan siswa merasa nyaman jika melakukan suatu kesalahan, mendorong keberanian siswa untuk mengambil resiko menerima kegaduhan dan kekacauan yang tepat di kelas, serta memberikan otonomi yang luas kepada siswanya untuk mengelola belajarnya sesuai dengan minat, karakteristik dan tujuannya

Pembelajaran yang kreatif memang bukanlah pilihan yang gampang, di dalamnya memerlukan waktu yang lebih dan perencanaan yang matang untuk melahirkan dan mengembangkan ide-ide baru. Selain itu, diperlukan pula keyakinan yang kuat untuk melakukan improvisasi dalam pembelajaran, keberanian untuk mencoba dan kesanggupan untuk menanggung berbagai resiko yang tidak diharapkan dalam pembelajaran. Kendati harus dilakukan melalui usaha yang tidak mudah, pembelajaran untuk kreativitas ini diyakini dapat menjadikan pembelajaran jauh lebih menyenangkan dan memberikan efektivitas yang tinggi.
3. Peserta Didik Yang Kreatif
         Menurut Robert J Sternberg, seorang siswa dikatakan memiliki kreativitas di kelas manakala mereka senatiasa menunjukkan: (1) merasa penasaran dan memiliki rasa ingin tahu, mempertanyakan dan menantang serta tidak terpaku pada kaidah-kaidah yang ada; (2) memiliki kemampuan berfikir lateral dan mampu membuat hubungan-hubungan diluar hubungan yang lazim; (3) memimpikan tentang sesuatu, dapat membayangkan, melihat berbagai kemungkinan, bertanya “ apa jika seandanya” (what if?), dan melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda; (4) mengeksplorasi berbagai pemikiran dan pilihan, memainkan ideanya, mencobakan alternatif-alternatif dengan melalui pendekatan yang segar, memelihara pemikiran yang terbuka dan memodifikasi pemikirannya untuk memperoleh hasil yang kreatif; dan (5) merefleksi secara kritis atas setiap gagasan, tindakan dan hasil-hasil, meninjau ulang kemajuan yang telah dicapai, mengundang dan memanfaatkan umpan balik, mengkritik secara konstruktif dan dapat melakukan pengamatan secara cerdik.

4. Pemimpin Yang Kreatif
           Kepemimpinan di sekolah merupakan salah satu faktor yang tidak bisa dilepaskan dalam mengembangkan kreativitas guru maupun kreativitas sekolah secara keseluruhan. Fred Luthans (1995) mengemukakan bahwa kreativitas merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang manajer. Dalam hal ini, kepala sekolah dituntut untuk dapat menciptakan budaya dan iklim kreativitas di lingkungan sekolah yang mendorong seluruh warga sekolah untuk mengembangkan berbagai kreativitas dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Kepala sekolah harus dapat memberikan penghargaan kepada sertiap usaha kreatif yang dilakulan oleh anggotanya, terutama usaha kreatif yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Kepala sekolah juga dituntut untuk dapat menyediakan sumber-sumber bagi pertumbuhan kreativitas di sekolah
Selain terdapat guru yang termasuk laggard, tidak sedikit pula guru (dan juga siswa) di sekolah yang sesungguhnya memiliki sikap dan pemikiran kritis dan kreatif, namun karena tidak memperoleh dukungan yang kuat dari sistem sekolah, termasuk dari manajemen sekolah, yang pada akhirnya sikap dan pemikiran kreatifnya tidak dapat berkembang secara wajar. Bahkan, sebaliknya mereka seringkali mengalami tekanan tertentu dari lingkungannya karena dianggap sebagai orang yang “nyeleneh” atau eksentrik.
Berdasarkan uraian di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa siswa yang kreatif dapat dihasilkan melalui guru yang kreatif, dan guru yang kreatif dapat dihasilkan melalui kepala sekolah yang kreatif. Siswa yang kreatif merupakan aset yang sangat berharga bagi kehidupan diri pribadinya maupun orang lain.

1 comment:

  1. Pada intinya kita di tuntut selalu kreatif dalam membuat kreasi pembelajaran agar siswa dapat dengan mudah melakukan pemahaman dan penerapan

    ReplyDelete